Rabu, 13 November 2013

PENGALIHAN WACANA (SASTRA) LISAN KE TULISAN DAN TEKS


PENGALIHAN WACANA (SASTRA) LISAN KE TULISAN DAN TEKS

Sebelum membahas lebih lanjut tentang pengalihan sastra lisan ke sastra tulis dan teks (naskah), terlebih dulu di paparkan mengenai pengertian sastra lisan, sastra tulis teks dan jenis-jenis teks yang dimuat naskah.
Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencangkup ekspresi kesusastraan warga dan kebudayaan yang disebarkan dari dan diturun-temurunkan secara lisan atau dari mulut ke mulut (Hutomo, 1991:1). Sastra lisan sendiri memiliki nilai-nilai yang luhur dalam masyarakat lebih-lebih pada kebudayaan yang ada dalam masyarakat.
Dalam Ensiklopedi Sastra Indonesia, sastra lisan adalah hasil sastra lama yang disampaikan secara lisan umumnya disampaikan dengan dendang, baik dengan iringan musik (rebab, kecapi, dan lain-lain).
Sastra lisan dilahirkan di kalangan rakyat yang tidak mengetahui tulisan. Oleh karena itu, sastra lisan disebut juga sastra rakyat. Sastra rakyat merupakan sebagian budaya rakyat yang merangkumi semua aspek tentang kehidupan suatu masyarakat. Sastra ini hanya bertumpu pada hasil kesusastraan yang bercorak pertuturan yang terdapat dalam suatu bangsa.
Seiring dengan zaman yang terus berkembang, sastra lisan juga berkembang menjadi sastra tulis dan teks. Hal ini, menguntungkan agar kekayaan itu tidak punah, tetapi dibukukan sehingga terus lestari. Proses ini terjadi karena manusia sudah mulai mengenal tulisan. Sebagi contoh, Awal sejarah sastra tulis Indonesia (Melayu) bisa dijejaki sejak abad ke-7 M. Berdasarkan penemuan prasasti bertuliskan huruf Pallawa peninggalan kerajaan Sriwijawa di Kedukan Bukit (683) Talang Tuo (684) Kota Kapur (686) dan Karang Berahi (686). Walaupun tulisan pada prasasti-prasati tersebut masih pendek-pendek, tetapi prasasti-prasasti yang merupakan benda peninggalan sejarah itu dapat disebut sebagai cikal bakal lahirnya tradisi menulis atau sebuah bahasa yang dituangkan dalam bentuk tulisan
 Sastra tulis (written literature) yaitu sastra yang menggunakan media tulisan atau literal yang di tuang. Sastra tulis dianggap sebagai ciri sastra modern karena bahasa tulisan dianggap sebagai refleksi peradaban masyarakat yang lebih maju. Pada akhirnya, proses pergeseran dari tradisi sastra lisan menuju sastra tulisan tidak dapat dihindari. Karena sadar atau tidak, bagaimanapun proses pertumbuhan sastra akan mengarah dan berusaha menemukan bentuk yang kebih maju dan lebih sempurna sebagaimana terjadi pada bidang yang lainnya.

Tipologi Sastra Lisan dan Sastra Tulis


TOPOLOGI
SASTRA  LISAN DAN SASTRA TULIS
DI INDONESIA

Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan dongeng, cerita rakyat, legenda, mite, adat istiadat, permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat dan sebagainya. Kekayaan tersebut diwariskan secara turun temurun. Khazanah kebudayaan tradisional tersebut, sebagian terekam dalam naskah-naskah lama dari berbagai daerah, seperti: Aceh, Batak, Nias, Minangkabau, Lampung, Sunda, Jawa, Bali, dalam berbagai huruf daerah setempat. Di samping itu, ada yang terekam sebagai tradisi lisan (Wahjono,1999:105).
Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau tersebut, sampai sekarang merupakan warisan kebudayaan para leluhur, antara lain terdapat dalam berbagai cerita rakyat yang masih diturunkan dari mulut ke mulut dan kini telah banyak direkam di dalam berbagai tulisan (Mulyadi, 1994:1). Kadang-kadang terdengar ungkapan “warisan budaya”, yang menggambarkan sesuatu mencakup teks klasik yang diwariskan secara turun-temurun.
Ada perbedaan cara memaknai sebuah warisan di mata bangsa Indonesia dan para sarjana Barat. Bangsa Indonesia menganggap warisan budaya yang berupa teks (lisan dan tertulis), adalah sebuah “pusaka” yang perlu “dilestarikan” dengan berbagai cara menurut tradisi masing-masing daerah. Sarjana Barat menganggap teks (lisan dan tertulis) adalah sebuah peristiwa budaya rohani bangsa Indonesia, di dalamnya terekam berbagai pemikiran, konsep, nilai budaya
manusia Indonesia di masa lampau.
Pemikiran antara Barat dengan Timur bukanlah sesuatu yang harus disikapi dengan pertentangan atau dikotomi rasa dengan rasio. Namun, yang lebih penting dilakukan adalah bagaimana kedua pandangan itu dipadukan, sehingga mampu meneropong konsep atau pemikiran yang tertuang di dalam teks tersebut, tidak hanya sebatas rasa tetapi juga rasio. Bila demikian, masyarakat telah “menghargai” arti penting sebuah teks baik lisan maupun tertulis.

A.    Sastra Lisan
Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencangkup ekspresi kesusastraan warga dan kebudayaan yang disebarkan dari dan diturun-temurunkan secara lisan atau dari mulut ke mulut (Hutomo, 1991:1). Sastra lisan sendiri memiliki nilai-nilai yang luhur dalam masyarakat lebih-lebih pada kebudayaan yang ada dalam masyarakat.

Studi Sejarah Teks

STUDI SEJARAH TEKS
 Teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatik merupakan satu kesatuan (Luxemburg dkk, 1989:86). Dari pengertian tersebut dapat diartikan teks adalah suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu. Istilah teks sebenarnya berasal dari kata text yang berarti ‘tenunan’. Teks dalam filologi diartikan sebagai ‘tenunan kata-kata’, yakni serangkaian kata-kata yang berinteraksi membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Teks dapat terdiri dari beberapa kata, namun dapat pula terdiri dari milyaran kata yang tertulis dalam sebuah naskah berisi cerita yang panjang (Sudardi, 2001:4-5). Menurut Baried (1985:56), teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Dan bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006:1230), teks adalah (a) kata-kata asli dari pengarangnya; (b) kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan ; (c) sesuatu yang tertulis untuk dasar memberi pelajaran, berpidato dan lain sebagainya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:1159), teks diartikan sebagai (1) a) naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang; b) kutipan kitab suci atau pangkal ajaran atau alasan ; c) latihan tertulis untuk dasar memberi pelajaran, berpidato. (2) teks wacana tertulis ; diskursif adalah teks yang mengaitkan fakta secara bernalar; ekspresif teks yaitu mengungkapkan perasaanperasaan dan pertimbangan dalam diri pengarang; evaluatif adalah teks untuk mempengaruhi pendapat dan perasaan pembaca; film adalah penerjemahan percakapan, uraian, dan sebagainya kedalam bahasa lain dan diproyeksikan pada bagian bawah layar putih; informatif adalah teks yang hanya menyajikan berita faktual tanpa kontemporer; naratif adalah teks yang tidak bersifat dialog, dan isinya merupakan suatu kisah sejarah, deretan peristiwa dan lain sebagainya; persuasif adalah teks yang fungsi utamanya mempengaruhi pendapat, perasaan dan perbuatan pembaca.

 Menurut Baried (1985:56), teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Dan bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya.

Tekstologi

Filologi dan Sastra Klasik


FILOLOGI DAN SASTRA KLASIK



FILOLOGI

Etimologi Kata Filologi
Filologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani philologia. Philologia berasal dari dua kata, yaitu philos yang berarti ‘teman’ dan logos yang berarti ‘pembicaraan atau ilmu’. Berdasarkan etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti ‘senang berbicara’ atau ‘senang ilmu’. Arti ini kemudian berkembang menjadi senang belajar, senang kepada ilmu, dan senang kepada hasil-hasil karya-karya tulis yang bermutu tinggi, seperti karya sastra.

Istilah Filologi