ETIKA DAN MORAL PEMUDA YANG SEMAKIN
MENURUN
1. Pengertian
a)
Etika
Kata etik (atau etika) berasal dari
kata ethos (bahasa Yunani) yang
berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk
menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
buruk atau baik serta suatu tanggung jawab.
Etika dimulai bila manusia
merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan
akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika,
yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan
suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari
sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika disebut juga filsafat moral
adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika
tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia
harus bertindak. Tindakan manusia ini, ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, norma agama dan
norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan,
norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral berasal dari suara batin.
Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral
berasal dari etika. Etika (ethics) berarti moral sedangkan etiket
(etiquette)berarti sopan santun.
Etika dapat dibedakan menjadi tiga macam:
1) Etika sebagai ilmu, yang merupakan
kumpulan tentang kebajikan, tentang penilaian perbuatan seseorang.
2) Etika dalam arti perbuatan, yaitu perbuatan kebajikan. Misalnya,
seseorang dikatakan etis apabila orang tersebut telah berbuat
kebajikan.
3) Etika sebagai filsafat, yang mempelajari pandangan-pandangan,
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika
diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya, etika membahas
tentang tingkah laku manusia.
Dengan kata lain, etika adalah ilmu
pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh
manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
seharusnya diperbuat oleh manusia.
b)
Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa
Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan,
adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis,
kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama
mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’
sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
Sedangkan yang membedakan hanya
bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa
Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak
bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa
pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang tidak baik.
Prinsip moral atau moral (dari bahasa Latin: moralitas) membawa pengertian ajaran atau pegangan berkenaan dengan
buruk baik sesuatu perbuatan (kelakuan, kewajipan, dll), sikap atau cara berkelakuan yang
berasaskan atau yang diukur dari segi baik buruk sesuatu akhlak. Ia merujuk kepada konsep etika kemanusiaan yang digunakan dalam
tiga konteks, yaitu:
‘Moralitas’ (dari kata
sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’,
hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”,
artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik dan buruk.
2. Contoh-contoh
Banyak
sekali contoh-contoh etika dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, etika
seorang pelajar atau mahasiswa adalah menghormati dosen dan sesama mahasiswa,
berpakaian rapi saat proses belajar mengajar, tepat waktu, rajin belajar, dan
lain-lain. Itu merupakan contoh etika seorang pelajar atau mahasiswa. Lain lagi
etika seorang pegawai pabrik, etika seorang pemain sepak bola, dan lain-lain.
Tetapi pada intinya proses dan kegunaan serta manfaatnya sama.
Tetapi,
etika tidak hanya terbatas seperti itu, contohnya etika orang makan, etika
orang berpakaian, etika orang berjalan, dan lain-lain. Semuanya mempunyai
aturan sendiri-sendiri tetapi tetap mempunyai manfaat yang sama, yaitu supaya
dinilai umum dan nampak wajar bagi orang lain.
3. Manfaat memiliki Etika dan Moral
yang Baik
Dengan
kesadaran akan arti penting etika maka akan menumbuhkan rasa persaudaraan dan
solideritas yang tinggi. Sehingga bangsa kita bisa bertahan dari segala macam
bentuk penjajahan dan tetap mempertahaankan kejayaan dan keutuhan bangsa
Indonesia tanpa pengaruh kebudayaan asing, tetapi berusaha mengikuti
perkembangan zaman dengan tetap berpegang teguh pada Pancasila.
Pribadi yang memiliki etika dan moral yang baik,
akan sangat mudah berinteraksi dan diterima dalam lingkungan tempat
beraktivitas karena sanggup membedakan perilaku baik yang harus dilakukan atau
perilaku buruk yang harus dihindari.
4. Faktor-Faktor Penyebab Menurunnya
Etika dan Moral Manusia
a)
Longgarnya
pegangan terhadap agama.
Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat
dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragama mulai terdesak, kepercayaan kepada
Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak
diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah
kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan demikian satu-satunya alat
pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan
peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan
dari dalam diri sendiri. Karen pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika
orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya,
maka dengan senang hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan
hukum-hukum sosial itu. Dan apabila dalam masyarakat itu banyak ornag yang
melakukuan pelanggaran moral, dengan sendirinya orang yang kurang iman tadi
tidak akan mudah pula meniru melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sama.
Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan
agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat,
karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar
hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan. Sebaliknya dengan semakin jauhnya
masyarakat dari agama, semakin sudah memelihara moral orang dalam masyarakat
itu, dan semakin kacaulah suasana, karena semakin banyak
pelanggaran-pelanggaran, hak, hukum dan nilai moral.
b)
Kurang
efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah maupun
masyarakat.
Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga institusi ini tidak berjalan menurut
semsetinya atau yang sebiasanya. Pembinaan moral dirumah tangga misalnya harus
dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya.
Karena setiap anak lahir, belum mengertyi man auang benar dan mana yang salah,
dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang tidak berlaku dalam
lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk
manumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu.
Pembinaan moral pada anak dirumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak menghapalkan
rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan. Zakiah Darajat
mangatakan, moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan
mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak keci. Moral itu
tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya. Seperti halnya
rumah tangga, sekolahpun dapat mengambil peranan yang penting dalam pembinaan
moral anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi lapangan baik
bagi pertumuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di samping tempat
pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata lain,
supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak, dimana pertumbuhan
mantal, moral dan sosial serta segala aspek kepribadian berjalan dengan baik.
Untuk menumbuhkan sikap moral yang demikian itu, pendidikan agama diabaikan di
sekolah, maka didikan agama yang diterima dirumah tidak akan berkembang, bahkan
mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam
pembinaan moral. Masyarakat yanglebih rusak moralnya perelu segera diperbaiki
dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita.
Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral
anak-anak. Terjadinya kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi muda
sebagaimana disebutakan diatas, karena tidak efektifnnya keluarga, sekolah dan
masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan
lainnya saling bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi
pembinaan moral.
c)
Budaya yang materialistis, hedonistis (menganggap kesenangan
dan kenikmatan materi sbg tujuan utama dl hidup) dan sekularistis (menghendaki agar
kesusilaan atau budi pekerti tidak didasarkan pd ajaran agama). Sekarang ini sering kita dengar
dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolah menengah yang
ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul,
alat-alat kotrasepsi seperti kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat
tersebut biasanya digunakan untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun
gajala penyimpangan tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata
mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan
nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya
arus budaya matrealistis, hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui
tulisan-tulisan,bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran,
pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya. Penyaluran arus budaya yang demikian
itu didukung oleh para penyandang modal yang semata-mata mengeruk keuntungan
material dan memanfaatkan kecenderungan para remaja, tanpa memperhatikan
dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang demikian diduga
termasuk faktor yang paling besar andilnya dalam menghancurkan moral para
remaja dan generasi muda umumnya.
d)
Belum
adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemerintah yang diketahui memiliki
kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya
tampaknya belum menunjukan kemauan yang sungguh-sunguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang
demikian semaikin diperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang
semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan
cara-cara tidak mendidik, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang hingga
kini belum adanya tanda-tanda untuk hilang. Mereka asik memperebutkan kekuasaan,
mareri dan sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji itu, dengan tidak
memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral bangsa. Bangsa jadi ikut-ikutan,
tidak mau mendengarkan lagi apa yang disarankan dan dianjurkan pemerintah,
karena secara moral mereka sudah kehiangan daya efektifitasnya. Sikap sebagian
elit penguasa yang demikian itu semakin memperparah moral bangsa, dan sudah
waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber daya yang dimiliki
pemerintah seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep pembinaan moral bangsa
dan aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.
e)
Ingin mengikuti trend. Bisa saja awalnya para remaja merokok
adalah ingin terlihat keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalau sudah mencoba merokok dia juga akan
mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
f)
Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan
butuh tempat pelarian.
g)
Kurangnya pendidikan Agama dan
moral.
Faktor-faktor
di atas sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Dengan
berkembang pesatnya teknologi pada zaman sekarang ini, arus informasi menjadi
lebih transparan. Kemampuan masyarakat yang tidak dapat menyaring informasi ini
dapat mengganggu etika dan moral manusi. Pesatnya perkembangan teknologi dapat membuat
masyarakat melupakan tujuan utama manusia diciptakan, yaitu untuk beribadah.
5. Akibat Bagi Pemuda yang Tak
Memiliki Etika dan Moral yang Baik
Akibat
terburuk yang terjadi adalah terkucilkan dari masyarakat karena perilaku yang
menyimpang dan dianggap meresahkan. Jika demikian maka akan ada lagi
dampak-dampak lanjutan seperti menjadi penganggur dan tidak memiliki fungsi
sama sekali dalam masyarakat.
6. Peranan Pemuda untuk Memperbaiki Etika
dan Moral
Hal-hal
yang dapat dilakukan oleh pemuda untuk memperbaiki dan meningkatkan etika dan
moral antara lain :
a) Menghindari salah pergaulan, harus
pandai memilah dan memilih teman dekat. Karena pergaulan akan sangat
berpengaruh terhadap etika, moral dan kepribadian seseorang.
b) Memperluas wawasan dan pengetahuan
akan sangat berguna untuk menyaring pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya
kebiasaan merokok. Dewasa ini, orang-orang menganggap bahwa merokok
meningkatkan kepercayaan diri dalam pergaulan. Padahal jika dilihat dari sisi
kesehatan, merokok dapat menyebabkan banyak penyakit, baik pada perokok aktif
maupun pasif. Sehingga kebiasaan ini tidak hanya akan mempengaruhi dirinya
sendiri, melainkan juga orang-orang di sekelilingnya.
c) Mengikuti pembinaan moral dan
akhlak, diharapkan, dengan bekal pembinaan moral dan akhlak yang baik dan kuat,
nantinya tidak mudah terjerumus dipengaruhi hal yang negatif lagi.
d) Meningkatkan iman dan takwa dengan cara bersyukur, bersabar,
dan beramal.
e) Melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif, seperti
ikut dalam suatu perkumpulan rohani, pagelaran seni, serta olahraga, karena hal
tersebut juga dapat meminimalkan untuk seorang anak terjun kedalam
kegiatan-kegiatan yang sia-sia, semua jenis kegiatan rutin, selama kegiatan
tersebut bersifat positif serta dapat juga untuk mengukir prestasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar