KETERAMPILAN BERBICARA
Keterampilan berbahasa mempunyai 4 komponen
yaitu : keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kesatuan komponen tersebut sangat erat
hubunggannya sehingga disebut catur tunggal. Dan keterampilan itu hanya
dapat diperoleh dan dikuasai dengan cara praktek dan banyak latihan.
Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan
berpikir. Untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi, dapat diawali dengan
menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Hakikat berbicara merupakan
pengetahuan yang sangat fungsional dalam memahami seluk beluk berbicara.
Manusia hidup selalu berkelompok mulai dari kelompok kecil, misalnya keluarga,
sampai kelompok yang besar seperti organisasi sosial. Dalam kelompok itu mereka
berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Di
mana ada kelompok baru manusia, di situ pasti ada bahasa. Kenyataan ini berlaku
baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Dalam setiap
masyarakat diperlukan komunikasi lisan dan tulisan.
Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal menggunakan
bahasa sebagai sarana, sedangkan komunikasi non verbal menggunakan sarana
gerak-gerik seperti warna, gambar, bunyi bel, dan sebagainya. Komunikasi verbal
dianggap paling sempurna, efisien, dan efektif.
Komunikasi lisan sering terjadi dalam kehidupan manusia,
misalnya dialog dalam lingkungan keluarga, percakapan antara tetangga,
percakapan antara pembeli dan penjual di pasar, dan sebagainya. Contoh lainnya
: percakapan anggota keluarga; percakapan ibu dan anak; percakapan bertelepon,
dan sebagainya.
Interaksi antara pembicara dan
pendengar ada yang langsung dan ada pula yang tidak langsung. Interaksi langsung
dapat bersifat dua arah atau multi arah, sedangkan interaksi tak langsung
bersifat searah. Pembicara berusaha agar pendengar memahami atau menangkap
makna apa yang disampaikannya. Komunikasi lisan dalam setiap contoh berlangsung
dalam waktu, tempat, suasana yang tertentu pula. Sarana untuk menyampaikan
sesuatu itu mempergunakan bahasa lisan.
Peristiwa berbicara akan berlangsung
apabila dipenuhi sejumlah persyaratan, antara lain :
1.
pengirim : orang yang menyampaikan pesan,
2.
pesan : isi pembicaraan,
3.
penerima : orang yamg menerima pesan,
4.
media : bahasa lisan,
5.
sarana : waktu tempat, suasana, peralatan yang
digunakan dalam
penyampaian pesan,
6.
interaksi : searah, dua arah, atau multi arah,
7.
pemahaman : ada saling
pengertian.
Pengirim
pesan itu akan berlangsung baik apabila ada pemahaman, artinya penerima pesan
akan menangkap pesan yang disampaikan oleh pembicara melalui bahasa lisan.
Kualitas
pemahaman dapat di bagi atas tiga kategori :
1.
baik :
pesan yang dikirim sama dengan pesan yang diterima,
2.
sedang : pesan yang diterima mendekati pesan yang dikirim,
3.
jelek : pesan yang diterima sedikit persamaannya
dengan pesan yang dikirimkan.
Pembicara yang tampil di depan umum
dapat dibedakan atas dua golongan, pertama, pembicara yang mempunyai sesuatu hal
untuk disampaikan; kedua, pembicara yang harus menyampaikan sesuatu kepada
pendengarnya.
A.
Pengertian
Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara sebagai keterampilan berbahasa adalah
kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan,
1981:15) Pendengar menerima informasi
melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. jika komunikasi
berlangsung secara tatap muka ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka
(mimik) pembicara.
Sejalan dengan
pendapat di atas, Djago Tarigan (1990:149) menyatakan bahwa berbicara adalah
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan
bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat berat. Pesan yang diterima oleh
pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi
bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa
itu menjadi bentuk semula.
Arsjad dan Mukti U.S.
(1993: 23) mengemukakan pula bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan
mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan. Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa berbicara itu lebih daripada sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau
kata-kata saja, melainkan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan
yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar
atau penyimak.
B.
Tujuan
Berbicara
Tujuan utama
dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran
secara efektif, maka pembicara harus memahami makna segala sesuatu yang ingin
disampaikan, pembicara harus mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para
pendengarnya.
Tujuan umum
berbicara menurut Djago Tarigan (1990:149) terdapat lima golongan berikut ini.
1)
Menghibur
Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan
berbagai cara, seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka,
petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada
pendengarnya.
2)
Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila
seseorang ingin: a. menjelaskan suatu proses; b. menguraikan, menafsirkan, atau
menginterpretasikan sesuatu hal; c. memberi, menyebarkan, atau menanamkan
pengetahuan; d. menjelaskan kaitan.
3)
Menstimulasi
Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan
berbicara lainnya, sebab berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau
meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar
mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.
4)
Menggerakkan
Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan
atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara, kecakapan
memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa,
pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.
C.
Jenis-Jenis
Berbicara
Secara garis besar jenis-jenis
berbicara dibagi dalam dua jenis, yaitu berbicara di muka umum dan berbicara
pada konferensi. Guntur Tarigan (1981: 22-23) memasukkan beberapa kegiatan
berbicara ke dalam kategori tersebut.
1.
Berbicara di Muka Umum Jenis pembicaraan
meliputi hal-hal berikut.
a)
Berbicara
dalam situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan, bersifat informatif
(informative speaking).
b)
Berbicara
dalam situasi yang bersifat membujuk, mengajak, atau meyakinkan (persuasive
speaking).
c)
Berbicara
dalam situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberate
speaking).
2.
Diskusi
Kelompok Berbicara dalam kelompok mencakup kegiatan berikut ini.
a. Kelompok resmi (formal)
b. Kelompok tidak resmi (informal)
3.
Prosedur
Parlementer
4.
Debat
Berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya maka debat dapat diklasifikasikan
atas tipe-tipe berikut ini.
a.
Debat
parlementer atau majelis
b.
Debat
pemeriksaan ulangan
c.
Debat
formal, konvensional atau debat pendidikan
Pembagian
di atas sudah jelas bahwa berbicara mempunyai ruang lingkup pendengar yang
berbeda-beda. Berbicara pada masyarakat luas, berarti ruang lingkupnya juga
lebih luas. Sedangkan pada konferensi ruang lingkupnya terbatas.
D.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Efektifitas Berbicara
Arsjad dan Mukti U.S.
(1993: 17-20) mengemukakan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik , seorang
pembicara harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan, dan harus berbicara
dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara
untuk keefektifan berbicara adalah faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan
yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi; ketepatan ucapan, penempatan
tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan
sasaran kebahasaan. Faktor-faktor nonkebahasaan meliputi; sikap yang wajar,
tenang dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan
menghargai pendapat orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan
suara, kelancaran, relevansi atau penalaran, dan penguasaan topik.
Faktor yang menunjang
keefektifan berbicara di atas, baik yang bersifat kebahasaan maupun yang
nonkebahasaan, keduanya tidak boleh diabaikan apabila seseorang ingin menjadi
pembicara yang terampil. Dalam meraih keinginan tersebut harus dengan proses
berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan dan sistematis.
E.
Prinsip-prinsip
Berbicara
Prinsip-prinsip
umum yang di kemukakan Brooks dalam Tarigan (1981:15-16)
1.
Dibutuhkan paling sedikit dua orang;
2.
Menggunakan suatu sandi linguistik
yang dipahami bersama
3.
Menerima atau mempengaruhi suatu
referensi umum
4.
Merupakan suatu pertukaran antar
partisipan
5.
Menghubungkan setiap pembicaraan
dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera
6.
Berhubungan atau berkaitan dengan
masa kini
F.
Ciri-ciri
Pembicara Ideal
Rusmiati (2002:30)
mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk
dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara.
Ciri-ciri tersebut meliputi hal-hal di bawah ini.
1.
Memilih
topik yang tepat.
Pembicara
yang baik selalu dapat memilih materi atau topik pembicaraan yang menarik,
aktual dan bermanfaat bagi para pendengarnya, juga selalu mempertimbangkan
minat, kemampuan, dan kebutuhan pendengarnya.
2.
Menguasai
materi.
Pembicara
yang baik selalu berusaha mempelajari, memahami, menghayati, dan menguasai
materi yang akan disampaikannya.
3.
Memahami
latar belakang pendengar.
Sebelum
pembicaraan berlangsung, pembicara yang baik berusaha mengumpulkan informasi
tentang pendengarnya.
4.
Mengetahui
situasi.
Mengidentifikasi
mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang berbicara, dan suasana.
5.
Tujuan
jelas.
Pembicara
yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaranya yang tegas, jelas, dan gambling.
6.
Kontak
dengan pendengar.
Pembicara
berusaha memahami reaksi emosi, dan perasaan mereka, berusaha mengadakan kontak
batin dengan pendengarnya, melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, atau
senyuman.
7.
Kemampuan
linguistiknya tinggi.
Pembicara
dapat memilih dan menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk
menggambarkan jalan pikirannya, dapat menyajikan materi dalam bahasa yang
efektif, sederhana, dan mudah dipahami.
8.
Menguasai
pendengar.
Pembicara
yang baik harus pandai menarik perhatian pendengarnya, dapat mengarahkan dan
menggerakkan pendengarnya ke arah pembicaraannya.
9.
Memanfaatkan
alat bantu.
10. Penampilannya meyakinkan.
11. Berencana.
G. Hambatan-Hambatan dalam Berbicara
Tidak semua orang memiliki kemahiran dalam berbicara
di muka umum. Namun, keterampilan ini dapat dimiliki oleh semua orang melalui
proses belajar dan latihan secara berkesinambungan dan sistematis. Terkadang
dalam proses belajar mengajar pun belum bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang merupakan
hambatan dalam kegiatan berbicara. Rusmiati (2002: 32) mengemukakan bahwa
hambatan tersebut terdiri atas hambatan yang datangnya dari pembicara sendiri
(internal) dan hambatan yang datang dari luar pembicara (eksternal).
Hambatan Internal
Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari
dalam diri pembicara. Hal-hal yang dapat menghambat kegiatan berbicara ini
sebagai berikut.
1) Ketidaksempurnaan alat ucap
Kesalahan
yang diakibatkan kurang sempurna alat ucap akan mempengaruhi kefektifan dalam
berbicara, pendengar pun akan salah menafsirkan maksud pembicara.
2) Penguasaan komponen kebahasaan
Komponen
kebahasaan meliputi hal-hal berikut ini.
a.
Lafal
dan intonasi,
b.
Pilihan
kata (diksi),
c.
Struktur
bahasa,
d.
Gaya
bahasa.
3) Penggunaan komponen isi Komponen
isi meliputi hal-hal berikut ini.
a.
Hubungan
isi dengan topik,
b.
Struktur
isi,
c.
Kualitas
isi,
d.
Kuantitas
isi.
4)
Kelelahan
dan kesehatan fisik maupun mental
Seorang pembicara yang tidak menguasai
komponen bahasa dan komponen isi tersebut di atas akan menghambat keefektifan
berbicara.
Hambatan Eksternal
Selain hambatan internal, pembicara
akan menghadapi hambatan yang datang dari luar dirinya. Hambatan ini kadang-kadang
muncul dan tidak disadari sebelumnya oleh pembicara. Hambatan eksternal
meliputi hal-hal di bawah ini.
a. Suara atau bunyi
b. Kondisi ruangan
c. Media
d. Pengetahuan pendengar
H. Sikap Mental dalam Berbicara
Kegiatan berbicara merupakan kegiatan
yang membutuhkan berbagai macam pengetahuan dan kemampuan yang sangat kompleks,
salah satunya adalah sikap mental. Sikap mental yang harus dibina oleh seorang
pembicara pada saat berbicara dijelaskan berikut ini.
a)
Rasa
Komunikasi
Dalam
berbicara harus terdapat keakraban antara pembicara dan pendengar. Jika rasa
keakraban itu tumbuh. Dapat dipastikan tidak akan terjadi proses komunikasi
yang timpang. Pembicara yang baik akan berusaha untuk menumbuhkan suasana
komunikasi yang erat, seperti dalam pembicaraan sehari-hari. Respon yang
diharapkan dari pendengar adalah komunikasi yang aktif.
b)
Rasa
Percaya Diri
Seorang
pembicara harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Rasa percaya ini akan
menghilangkan keraguan, sehingga pembicara akan merasa yakin dengan apa yang
disampaikannya.
c)
Rasa
Kepemimpinan
Aminudin
(1983: 12) mengemukakan bahwa rasa kepemimpinan yang berhubungan dengan
kegiatan berbicara adalah rasa percaya diri dari pembicara bahwa dirinya mampu
mengatur, menguasai, dan menjalin suasana akrab dengan pendengarnya, serta
mampu menyampaikan gagasan-gagasannya dengan baik. Pembicara yang memiliki
kemampuan dan mental pemimpin akan mampu mengatur dan mengarahkan pendengar
agar berkonsentrasi terhadap pokok pembicaraan yang sedang dibahas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar